Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TRIP to SABANG : My Love Story in BENTENG SABANG

TRIP to SABANG : My Love Story in BENTENG SABANG
Putroe Ijoe

Kali ini saya ingin membagi pengalaman saya liburan bersama keluarga ke Sabang di Pulau Weh, Aceh.

Semua mungkin mengetahui apabila Sabang ini terletak di wilayah paling ujung Indonesia. Namun mungkin tidak semua mengetahui bahwa Sabang berada di Pulau Weh (dalam Bahasa Aceh weh artinya pindah). Kota ini menjadi inspirasi lagu perjuangan "Dari Sabang Sampai Merauke" karya R. Suharjo.

Menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik dan mancanegara karena keindahan alam bawah lautnya, seperti pulau rubiah dan banyak pulau lain sekitarnya. Bahkan masyarakat Indonesia ingin menjejakkan kaki di pulau ini walau hanya untuk sekedar selfie di lokasi monumen "kilometer 0", karena dari sanalah 'secara formal' dimulai jalur transportasi darat ke arah timur Indonesia.

Pulau Weh memiliki potensi pariwisata yang luar biasa. Keindahan alamnya dapat disejajarkan dengan destinasi wisata lain di Indonesia. Bahkan nama "Sabang" sudah menjadi ikonik tersendiri. Apabila ada orang asing bertanya,"apakah anda tahu Bali?". Mungkin semua kita akan yakin sekali memberikan jawaban, tahu dan dapat menunjukkan lokasinya atau bahkan menceritakan apa yang dapat dilihat di Bali. 



Namun saat pertanyaannya tentang Sabang, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mungkin hanya mampu menyebutkan bahwa Sabang di ujung paling barat Indonesia, masuk dalam propinsi Aceh. Mungkin tidak lebih dari itu.

Memang sebagian besar ketenaran Sabang masih potensi. Industri kepariwisataan di Sabang berjalan sangat bersahaya. Seolah-olah malu menyatakan dirinya patut didukung dan dipuja. Fasilitas masih minim. Penginapan masih dikelola sederhana, kalaupun tidak dapat disebut amatir.

Beberapa tempat menjadi sangat populer bagi turis asing karena menjadi daya tarik bagi mereka yang hobi 'melaut' seperti snorkling, diving atau sekedar mandi di pantai. Taman bawah laut Sabang memang luar biasa. Salah satu yang mungkin dapat dipersandingkan dengan taman laut lain di dunia.

Namun pelayanan bagi pengujung ke sabang masih belum optimal. Bahkan untuk sekedar transportasi penyeberangan laut masih dikelola secara amatir. Membeli tiket di loket harus berebut. Bahkan mereka yang sudah memiliki tiketpun masih harus berdesakan di loket hanya untuk dipaksa ber-argumentasi dengan petugas loket saat tahu tiket diborong agen dan tidak ada lagi kursi tersedia sesuai jamnya.

Banyak PR yang harus diselesaikan oleh Pemda Sabang, oleh Pemda Aceh, bahkan oleh PemRI. Sangat disayangkan apabila potensi Sabang akan tenggelam lebih dalam lagi karena tidak dibenahi. Semoga tidak adanya.

Posting Komentar untuk "TRIP to SABANG : My Love Story in BENTENG SABANG"